Air Asia: Awal Mula Karier ‘Backpacking’


Pada saat itu saya masih duduk di kelas 1 SMA. Di usia saya yang sudah 15 tahun itu, tidak pernah sekalipun saya meninggalkan Pulau Jawa; apalagi keluar negeri. Di masa itu saya belum tau dan belum merasakan serunya jalan-jalan. Orangtua saya hanya mengajak ke anyer setahun sekali saat lebaran ataupun libur sekolah.

Tapi tahun itu, mendekati hari kenaikan kelas, orangtua saya membeberkan sebuah kejutan untuk saya dan kakak saya. Kami sekeluarga akan trip ke 3 negara! Malaysia, Thailand dan Singapura selama 9 hari. Adalah teman ayah saya yang keluarga besarnya biasa bepergian keluar negeri setiap tahun, terutama untuk mengunjungi salah satu keponakannya yang tinggal di Malaysia bersama suaminya. Nah karena tahun ini mereka berniat menyewa tour agar tidak repot, maka keluarga kamipun diajak karena tentunya semakin banyak orang biaya akan semakin murah.

Tiketpun dibeli dengan jurusan Jakarta – Kuala Lumpur – Bangkok – Phuket – Singapore – Jakarta. Semuanya dengan menggunakan Air Asia. Disitulah saya pertama kali mengetahui yang namanya budget airline dan disitulah saya baru tau bahwa yang namanya keluar negeri itu tidak selalu mahal. Bayangkan, betapa terkejutnya saya ketika orangtua saya mengatakan bahwa total harga tiket per orang hanya sekitar 3 juta rupiah untuk 5 kali naik pesawat.

Tidak sabar rasanya saya ingin segera menyelesaikan ujian kenaikan kelas agar bisa segera berlibur. Mengerjakan ujianpun rasanya sudah tidak fokus karena kerap memikirkan ‘baju yang ini dibawa nggak ya’, ‘cukup nggak ya memory card kamera untuk foto-foto selama 9 hari’, pokoknya tidak bisa lepas dari liburan yang sudah menanti. Untungnya saya naik kelas (dengan nilai pas-pasan).

Daannn tibalah saat yang ditunggu-tunggu! Sembilan hari keliling 3 negara 4 kota!  Selama liburan saya tidak perlu pusing mengurus apa-apa, hotel, transportasi, dan itinerary semua sudah diurus; entah oleh tour ataupun keluarga teman ayah saya. Pokoknya saya tinggal bawa diri, ikut jalan, foto-foto dan mendengarkan keterangan dari tour guide lokal yang fasih berbicara bahasa Indonesia.

Dari pengalaman itulah saya menyadari bahwa ternyata jalan-jalan itu menyenangkan sekali. Bukan sekedar bisa belanja, lihat-lihat situs pariwisata, berenang dan lain-lain; yang paling saya sukai dari travelling adalah kita diberikan kesempatan untuk keluar dari zona nyaman. Kita berada di tempat yang berbicara bahasa berbeda. Mencicipi makanan yang berbeda. Serta belajar budaya yang berbeda. Misalnya dari jalan-jalan waktu itu saya baru tau bahwa di Thailand itu setiap senin orang-orangnya pakai baju warna kuning untuk menghormati Raja Bhumibol yang katanya lahir di hari Senin (tidak tau apakah sekarang masih). Lalu apa dampaknya? Saya ketagihan! Kaki rasanya gatal ingin jalan-jalan terus.

Menjelang ujian akhir nasional di kelas 3 SMA, saya dan beberapa teman yang stress dengan berbagai try out mengambil waktu 1 hari untuk jalan-jalan ke Anyer. Tidak menginap, hanya sekedar untuk refreshing. Namun dalam perjalanan pulang itulah tercetus ide untuk merayakan kelulusan dengan pergi ke Bali. Komitmen kami buat dengan kesepakatan menabung 5.000 rupiah perhari dikumpulkan ke teman saya yang ditunjuk menjadi bendahara.

Saat itu saya belum berani meminta ijin kepada orangtua. Saya yang kemana-mana selalu diantar supir mau minta backpacking sendiri bersama teman ke Bali? Sepertinya mustahil diijinkan. Saya yang waktu itu sudah ragu-ragu mau ikut kembali terpompa semangatnya ketika diberitahu teman saya bahwa Air Asia sedang ada promo ke Bali. Teman saya bersedia booking tiket untuk kami menggunakan kartu kredit ayahnya bagi yang sudah pasti mau ikut. Akhirnya, didorong rasa nekat, saya menyerahkan seluruh uang tabungan saya kepada teman saya untuk dibelikan tiket promo pp Bali – Jakarta. Ludes sudah seluruh uang tabungan. Harus menabung dari 0 lagi untuk biaya hidup selama di Bali. Dengan catatan kalau diijinkan pergi.

Ternyata kenekatan saya berbuah hasil! Orangtua saya memberikan ijin dengan catatan saya akan memberikan itinerary dan berjanji akan selalu mengabari via telepon maupun sms selama berada di Bali. Saya dan 6 orang teman lainnya pun akhirnya berangkat ke Bali dengan menggunakan Air Asia. Itulah pertama kalinya saya naik pesawat dan pergi jauh tanpa orangtua. Rasanya bangga dan senang sekali.

Travelling selama 5 hari di Bali itu rasanya singkat sekali jika dibandingkan dengan waktu kami untuk menabung. Namun Bali adalah titik awal kami memulai kebiasaan untuk backpacking setiap tahun. Berhubung kami akan masuk universitas yang berbeda-beda dan tentunya akan jarang bertemu; maka liburan setahun sekali itulah yang akan menjadi reuni kecil kami.

Setahun setelah ke Bali kami pergi ke Karimun Jawa. Kali ini orangtua sudah lebih mudah memberikan ijin berhubung saya juga sudah lebih mandiri setelah masuk universitas. Selain itu saya tidak meminta uang sepeserpun untuk jalan-jalan kali ini, budget sepenuhnya adalah hasil menabung.

Tahun berikutnya kami naik jalur baru direct flight Air Asia Jakarta-Phuket. Saya masih ingat bagaimana kami dengan setia menunggu iklan promo Air Asia supaya bisa mendapatkan tiket murah. Mahasiswa dengan kantong tipis seperti kami mana mampu bayar tiket mahal. Dan malam ketika tiket promo itu diluncurkan, kami semua sudah bersiap-siap di depan komputer masing-masing berhubung tiket pasti akan rebutan. Untungnya bisa dapat cukup murah, sekitar 800.000 untuk tiket pulang pergi. Malah teman saya yang belinya nyusul bisa dapat lebih murah, sekitar 700.000.

Tahun demi tahun kami sudah melanglang ke berbagai tempat. Saat ini saya dan teman-teman sudah lulus kuliah, namun tradisi ini masih kami pelihara. Bahkan selain backpacking setahun sekali, terkadang kami menambah ‘dosis’ jalan-jalan dengan mengunjungi berbagai pulau di kepulauan seribu yang dekat dan murah.

Saya bersyukur atas ajakan orangtua saya waktu itu untuk keliling 3 negara yang mengawali kecintaan saya akan traveling. Dari yang pertama traveling menggunakan tour dan bis serta segala macam sudah diurus, hingga saya backpacking bersama teman-teman, cari hostel murah, naik kendaraan umum dan menggendong ransel melintas negara.

Terlebih saya bersyukur atas keberadaan budget airline yang memberikan kesempatan bagi orang-orang seperti saya untuk bisa traveling dengan budget terjangkau. Traveling itu bagi saya juga bisa menambah wawasan, memperluas sudut pandang, dan membuat saya semakin mencintai Indonesia. Seperti St Augustine mengatakan “The world is a book, and those who do not travel read a page”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Heavenly Sunset Dinner: Nuf' Said Waroeng Senggigi

Kabur ke Lombok dengan 3 Juta Rupiah (Part 2)